All About Technology, Computare Network and State Administration

Sabtu, 23 Desember 2017

Materi Lengkap Perkembangan Peserta Didik Tentang Perkembangan Moral

Materi Lengkap Perkembangan Peserta Didik Tentang Perkembangan Moral
Perkembangan Moral yang diajarkan sejak dini
Materi PPD - Kali ini saya akan menjelaskan materi tentang Perkembangan Moral dari mata pelajaran atau mata kuliah perkembangan peserta didik, seperti yang kita tahu bahwa mempelajari perkembangan moral anak adalah hal yang penting, mengapa ? apabila anda menjadi orang tua maka anda harus mengenal betul karakter dari anak kita, sebab akibat dari pergaulan yang buruk akan menimbulkan masa depan anak menjadi tak karuan dan pastinya akan berimbas pada kesuksesannya mendatang.

1. Pengertian Moral dan Perkembangan Moral

Pengertian Moral menurut Gunarsa adalah rangkaian nilai tentang berbagai macam perilaku yang harus dipatuhi. Istilah moral sendiri berasal dari kata mores yang berarti tata cara dalam kehidupan, adat istiadat atau kebiasaan. Menurut Shaffer adalah kaidah norma dan pranata yang mengatur perilaku individu dalam hubungannya dengan masyarakat dan kelompok sosial. Moral ini merupakan standar baik dan buruk yang ditentukan oleh individu dengan nilai-nilai sosial budaya di mana individu sebagai anggota sosial. Menurut Rogers adalah aspek kepribadian yang diperlukan seseorang dalam kaitannya dengan kehidupan sosial secara harmonis, seimbang dan adil. Perilaku moral ini diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang damai penuh keteraturan, keharmonisan dan ketertiban. Sementara perubahan psikis menyangkut keseluruhan karakteristik psikologis individu, seperti perkembangan kognitif, emosi, sosial dan moral.

Menurut Kohlberg, penilaian dan perbuatan moral pada intinya bersifat rasional. ia membenarkan gagasan Jean Piaget yang mengatakan bahwa pada masa remaja sekitar umur 16 tahun telah mencapai tahap tertinggi dalam proses pertimbangan moral. Adanya kesejajaran antara perkembangan kognitif dengan perkembangan moral dapat dilihat pada masa remaja yang mencapai tahap tertinggi dari perkembangan moral, yang kemudian ditandai dengan kemampuan remaja menerapkan prinsip keadilan universal pada penilaian moralnya.

Kolhberg (dalam Santrock, 2002:370) menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap. Perkembangan moral (moral development) berkaitan dengan aturan dan konvensi tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain.

Dalam mempelajari aturan-aturan ini para pakar perkembangan akan menguji tiga bidang yang berbeda yaitu: Bagaimana anak-anak bernalar atau berpikir tentang aturan-aturan untuk perilaku etis, Bagaimana anak-anak sesungguhnya berperilaku dalam keadaan bermoral, Bagaimana anak merasakan hal-hal moral itu. Pendidikan moral adalah suatu program pendidikan (sekolah dan luar sekolah) yang mengorganisasikan dan menyederhanakan sumber-sumber moral dan disajikan dengan memperhatikan pertimbangan psikologis untuk tujuan pendidikan.[2][4]

2. Tahap Perkembangan Moral

Menurut Kohlberg (dalam Ormord, 2000:371). Kohlberg mengemukakan ada tiga tingkat perkembangan moral, yaitu tingkat prakonvensional, konvensional dan post-konvensional. Masing-masing tingkat terdiri dari dua tahap, sehingga keseluruhan ada enam tahapan (stadium) yang berkembang secara bertingkat dengan urutan yang tetap.

a.  Tingkat Penalaran Prakonvensional
Pada penalaran prakonvensional anak tidak memperhatikan internalisasi nilai-nilai moral-penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman eksternal. Pada tingkat ini terdapat dua tahap.

Tahap satu orientasi hukuman dan ketaatan (punihsment and obedience orientation): tahap penalaran moral didasarkan atas hukuman. Anak-anak taat karena orang-orang dewasa menuntut mereka untuk taat.

Tahap dua individualisme dan tujuan (individualism and purpose): tahap penalaran moral didasarkan atas imbalan (hadiah) dan kepentingan sendiri. Anak-anak taat bila mereka ingin dan butuh untuk taat. Apa yang benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap menghasilkan hadiah.

b.  Tingkat Penalaran Konvensional
Pada tingkat ini, internalisasi indivdual ialah menengah.Seseorang menaati standar-standar (internal) tertentu, tetapi mereka tidak menaati standar-standar orang lain (eksternal), seperti orang tua atau aturan-atuaran masyarakat.

Norma-norma interpersonal (interpersonal norms). Seseorang menghargai kebenaran, kepedulian, dan kesetiaan kepada orang lain sebagai landasan pertimbangan moral. Anak-anak sering mengadopsi standar-standar moral orang tuanya pada tahap ini, sambil mengharapkan dihargai oleh orang tuanya sebagai seorang “perempuan yang baik” atau seorang “laki-laki yang baik.”

Moralitas sistem sosial (social system morality). Pertimbangan-pertimbangan didasarkan atas pemahaman aturan sosial, hukum-hukum, dan kewajiban.

c.  Tingkat Penalaran Pascakonvensional
Tingkat ini ialah tingkat tertinggi dalam teori perkembangan moral kohlberg. Pada tingkat ini moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-standar orang lain. Seseorang mengenal tindakan-tindakan moral alternatif, menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode moral pribadi.

Hak-hak masyarakat dengan hak-hak individual (community rights and individual rights). Seseorang memahami bahwa nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat relatif dan bahwa standar dapat berbeda dari satu orang ke orang lain. Seseorang menyadari bahwa hukum penting bagi masyarakat, tetapi juga mengetahui bahwa hukum dapat diubah. Seseorang percaya bahwa beberapa nilai, seperti kebebasan, lebih penting dari pada hukum.

Prinsip-prinsip etis universal (universal ethical principles). Seseorang telah mengembangan suatu standar moral yang didasarkan pada hak-hak manusia yang manusia yang universal. Bila menghadapi konflik antara hukum dan suara hati, seseorang akan mengikuti suara hati, walaupun keputusan itu mungkin melibatkan resiko pribadi.

3. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral

a.  Perkembangan Kognitif Umum
Penalaran moral yang tinggi yaitu penalaran yang dalam mengenai hukum moral dan nilai-nilai luhur seperti kesetaraan, keadilan, hak-hak asasi manusia dan memerlukan refleksi yang mendalam mengenai ide-ide abstrak.Dengan demikian dalam batas-batas tertentu, perkembangan moral tergantung pada perkembangan kognitif. (Kohlberg dalam Ormord, 2000:139). Contoh: anak-anak secara intelektual berbakat umumnya lebih sering berpikir entang isu moral dan bekerja keras mengatasi ketidakadilan di masyarakat lokan ataupun dunia secara umum ketimbang teman-teman sebayanya (Silverman dalam Ormord, 200:139). Meski demikian, perkembangan kognitif tidak menjamin perkembangan moral. Anak yang memiliki bakat khusus menonjol sering disebut dengan istilah talented children, [3][16]sedangkan anak yang memiliki bakat intelektual menonjol sering disebut dengan istilah gifted children.

b.  Penggunaan Rasio dan Rationale
Anak-anak lebih cenderung memperoleh manfaat dalam perkembangan moral ketika mereka memikirkan kerugian fisik dan emosional yang ditimbulkan perilaku-perilaku tertentu terhadap orang lain. Menjelaskan kepada anak-anak alasan perilaku-perilaku tertentu tidak dapat diterima, dengan focus pada perspektif orang lain, dikenal sebagai induksi (Hoffman dalam Ormord, 2000:140). Contoh: induksi berpusat pada korban induksi membantu siswa berfokus pada kesusahan orang lain dan membantu siswa memahami bahwa mereka sendirilah penyebab kesesahan-kesusahan tersebut. Penggunaan konduksi secara konsisten dalam mendisiplinkan anak-anak, terutama ketika disertai hukuman ringan bagi perilaku yang menyimpang misalnya menegaskan bahwa mereka harus meminta maaf atas perilaku yang keliru.

c.  Isu dan Dilema Moral
Kolhberg dalam teorinya mengenai teori perkembangan moral menyatakan bahwa disekuilibrium adalah anak-anak berkembang secara moral ketika mereka menghadapi suatu dilemma moral yang idak dapat ditangani secara memadai dengan menggunakan tingkat penalaran moralnya saat itu. Dalam upaya membantu anak-anak yang mengahdapi dilema semacam itu Kulhborg menyarankan agar guru menawarkan penalaran moral satu tahap di atas tahap yang dimilik anak pada saat itu. Contoh: bayangkanlah seorang remaja laki-laki yang sangat mementingkan penerimaan oleh teman-teman sebayanya, dia rela membiarkan temannya menyali pekerjaan rumahnya. Gurunya mungkin menekankan logika hokum dan keteraturann dengan menyarankan agar semua siswa seharusnya menyelesaikan pekerjaan rumahnya tanpa bantuan orang lain karena tugas-tugas pekerjaan rumah dirancang untuk membantu siswa belajar lebih efektif.

d.  Perasaan Diri
Anak-anak lebih cenderung terlibat dalam perilaku moral ketika mereka berfikir bahwa mereka sesungguhnya mampu menolong orang lain dengan kata lain ketika mereka memiliki efikasi diri yang tinggi mengenai kemampuan mereka membuat suatu perbedaan (Narvaez dalam Ormrod, 200:140). Contoh: pada masa remaja beberapa anak muda mulai mengintegrasikan komitmen terhadap nilai-nilai moral kedalam identitas mereka secara keseluruhan. Mereka menganggap diri mereka sebagai pribadi bermoral dan penuh perhatian, yang peduli pada hak-hak dan kebaikan orang lain.

4. Perbedaan Individual dalam Perkembangan Moral

Bayi tidak memiliki hierarki nilai dan suara hati. Bayi tergolong nonmoral, tidak bermoral maupun tidak amoral, dalam artian bahwa perilakunya tidak dibimbing norma-norma moral. Lambat laun ia akan mempelajari kode moral dari orang tua dan kemudian dari guru-guru dan teman bermain dan juga ia belajar pentingnya mengikuti kode-kode moral ini. Belajar berperilaku moral yang diterima oleh sekitarnya merupakan proses yang lama dan lambat. Tetapi dasar-dasarnya diletakkan dalam masa bayi dan berdasarkan dasar-dasar inilah bayi membangun kode-kode moral yang membimbing perilaku bila telah menjadi besar nantinya.

Karena keterbatasan kecerdasannya, bayi menilai benar atau salahnya suatu tindakan menurut kesenangan atau kesakitan yang ditimbulkannya dan bukan menurut baik atau buruknya efek suatu tindakan terhadap orang-orang lain.

Untuk sebagian remaja serta orang dewasa yang penalarannya terhambat atau kurang berkembang, tahap perkembangan moralnya ada pada tahap prakonvensional. Pada tahap ini seseorang belum benar-benar mengenal apalagi menerima aturan dan harapan masyarakat. Pedoman meraka hanyalah menghindari hukuman. Sedangkan bagi mereka yang dapat mencapai tingkat kedua sudah ada pengertian bahwa untuk memenuhi kebutuhan sendiri seseorang juga harus memikirkan kepentingan orang lain.

5. PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN

a. Pengertian Kepribadian
Kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak (ma’nawiyah), sukar dilihat atau diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam segala segi dan aspek kehidupan. Misalnya dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah, baik yang ringan maupun yang kuat. Orang awam dengan mudah mengatakan bahwa seseorang itu punya kepribadian baik, kuat dan menyenangkan, sedangkan ada pula orang yang mengatakan bahwa mempunyai kepribadian lemah, tidak baik atau buruk dan sebagainya. Sehingga dengan kata lain pribadi atau kepribadian itu dipakai untuk menunjukkan adanya ciri-ciri khas yang ada pada seseorang.

May berpendapat bahwa “Kepribadian adalah suatu aktualisasi dari proses hidup dalam seorang individu yang bebas, terintegrasi dalam masyarakat dan memiliki satu perasaan cemas dalam batin, yang berhubungan dengan religiusitas. Withington berpendapat “Kepribadian adalah keseluruhan tingkah laku seseorang yang diintegrasikan, sebagaimana yang nampak pada orang lain. Kepribadian ini bukan hanya yang melekat dalam diri seseorang tetapi lebih merupakan hasil dari pada suatu pertumbuhan yang lama suatu kulturil.

B. Proses Perkembangan Kepribadian

a.  Proses perkembangan kepribadian anak
Pendidikan langsung: melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku sebagai pribadi yang sudah dan benar atau baik dan buruk oleh orang tua, guru atau orang dewasa lainnya dan hal yang penting adalah keteladanan itu sendiri.

Identifikasi: dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku seseorang yang menjadi idolanya.

Proses coba-coba (trial and error): dengan cara mengembangkan tingkah laku moral semacam coba-coba. Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus dikembangkan, sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan dihentikan.

b.  Proses perkembangan kepribadian
Keefektifan pendidikan moral di sekolah diteliti oleh Harshorne dan May pada tahun 1928-1930. Dari penelitian tersebut ditemukan hal-hal berikut :
1. pendidikan watak atau karakter dan pengajaran agama di kelas tidak memengaruhi pendidikan prilaku moral.

2. pendidikan etika yang dilakukan dengan cara pengklarifikasian nilai, yakni pengajaran tentang aturan-aturan berprilaku benar dan baik di sekolah sedikit berpengaruh terhadap pembentukan moral sebagaimana yang dikehendaki.

Dewey menyatakan bahwa pada dasarnya tujuan pendidikan adalah mengembangkan kemampuan intelektual dan moral, prinsip-prinsip psikologi dan etika dapat membantu sekolah untuk meningkatkan seluruh tugas pendidikan dalam membangun kpribadian siswa yang kuat.[5][6]

C. Aspek-aspek Kepribadian

a.  Aspek Kejasmanian
Meliputi tingkah laku luar yang mudah nampak dan ketahuan dari luar.
Dikerjakan oleh lisan: membaca Al-Qur’an, mempelajari ilmu yang bermanfaat dan mengerjakannya.
dilakukan oleh anggota tubuh lain: berbakti kepada orang tua, memenuhi kebutuhan, menetapkan suatu berdasarkan musyawarah, memenuhi peraturan, menghormati orang lain dan sebaginya.

b.  Aspek kejiwaan
Meliputi aspek-aspek yang tidak dapat dilihat dan tidak ketahuan dari luar.Seperti : mencintai Tuhan dan agamanya, mencintai dan memberi tanpa pamrih, ikhlas dalam beramal, sabar tidak sombong, pemaaf, tidak mendendam, dan lain-lain.

c.  Aspek kerohanian yang luhur
Meliputi aspek-aspek kejiwaan yang lebih abstrak yaitu filsafat hidup dan kepercayaan, meliputi sistem nilai-nilai yang telah meresap di dalam kepribadian yang mengarah dan memberi corak sebuah kehidupan individu.Bagi yang beragama aspek inilah yang menentukan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Yoesoef Noessyirwan (1978) menganalisis kepribadian ke dalam empat daerah bagian atau aspek, yaitu :


  • Vitalitas sebagai konstanta dari semangat hidup pribadi.
  • Temperamen sebagai konstanta dari warna dan corak pengalaman pribadi serta cara bereaksi dan bergerak.
  • Watak sebagai konstanta dan hasrat, perasaan dan kehendak pribadi mengenai nilai-nilai.
  • Kecerdasan, bakat, daya nalar sebagai konstanta kemampuan pribadi

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Kepribadian

Andi Mappiare mengatakan bahwa kepribadian terbentuk dari tiga factor, yaitu:

a.  Pembawaan (hereditas)
Pembawaan ialah segala sesuatu yang telah dibawa oleh anak sejak lahir, baik yang bersifat kejiwaan maupun yang bersifat keturunan.Anak merupakan warisan dari sifat-sifat pembawaan orang tuanya yang merupakan potensi tertentu. Beberapa ahli ilmu pengetahuan menekankan pentingnya faktor keturunan ini bagi pertumbuhan fisik, mental maupun sifat kepribadian yang diinginkan: Pertumbuhan fisik, Kemampuan mental dan bakat khusus.

b.  Lingkungan
Faktor lingkungan yang ikut mempengaruhi terbentuknya kepribadian terdiri dari lingkungan bersifat sosial dan lingkungan fisik. Yang dimaksud lingkungan sosial ialah lingkungan yang terdiri dari sekelompok individu (group) interaksi antara individu tersebut menimbulkan proses sosial dan proses ini mempunyai pengaruh yang penting dalam perkembangan pribadi seseorang dengan pendidikan lingkungan sosial yang disebut pergaulan erat dengan seseorang berupa tingkah laku, sikap, mode pakaian atau cara berpakaian dan sebagainya. Lingkungan fisik (alam) mempunyai pengaruh terhadap perkembangan pribadi seseorang.

Anak yang dibesarkan di daerah pantai akan lain dengan anak yang dibesarkan di daerah pegunungan. Meskipun kebudayaan mempunyai pengaruh terhadap kepribadian seseorang, namun kadar pengaruhnya berbeda menurut umur dan fase pertumbuhan. Faktor lingkungan yang paling berperan dalam perkembangan kepribadian adalah: Rumah, Sekolah, Teman sebaya. Faktor yang tidak kalah penting dalam memahami perkembangan kepribadian anak ialah self concept (citra diri) yaitu kehidupan kejiwaan yang terdiri atas perasaan, sikap pandang, penilaian, dan anggapan yang semuanya akan terpengaruh dalam keputusan tindakan sehari-hari.

D.Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Otoriter dengan Perkembangan Kepribadian Siswa
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan.Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Berdasarkan peneltiian yang dilakukan oleh Hirschi dan Selvin (1967) sebagaimana dikutip oleh Dadang Hawari menujukkan bahwa kepribadian orang tua sangat mempengaruhi perkembangan jiwa anak.bila salah seorang atau kedua oang tua mempunyai kelainan kepribadian orang tua mempunyai kelainan kepribadian, maka presentase kenakalan anak akan jauh lebih tinggi daripada kalau kedua orang tua tidak mempunyai kelainan kepribadian.

Pola tingkah laku pikiran dan sugesti ayah ibu dapat mencetak pola yang hampir sama pada anak-anak. Tingkah laku orang tua itu mudah sekali menular kepada anak-anak, khususnya mudah dioper oleh anak-anak puber dan adolensens yang jiwanya belum stabil dan tengah mengalami banyak gejolak batin. Perkembangan kepribadian anak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang berasal dari dalam misalnya: faktor-faktor yang berhubungan dengan konstitusi tubuh, struktur tubuh dan keadaan fisik, koordinasi motorik, kemampuan mental dan bakat khusus dan emosionalitas. Sedangkan faktor dari luar adalah lingkungan seperti ; rumah, sekolah dan teman sebaya.
Share:

Follow on Social Media

About Me

M RISKI ISKANDAR
Hanya seorang pengacara. 

Definition List

Unordered List

Support